Kitab Suci Buddha



        Tripiṭaka (bahasa Pali: Tipiṭaka; bahasa Sanskerta: Tripiṭaka) merupakan istilah yang digunakan oleh berbagai sekte Buddhis untuk menggambarkan berbagai naskah kanon mereka. Sesuai dengan makna istilah tersebut, Tripiṭaka pada mulanya mengandung tiga "keranjang" akan berbagai pengajaran: Sūtra Piṭaka (Sanskrit; Pali: Sutta Pitaka), Vinaya Piṭaka (Sanskrit & Pali) dan Abhidharma Piṭaka (Sanskrit; Pali: Abhidhamma Piṭaka). 

Dalam buku What Buddhists Believe yang ditulis oleh K. Sri Dhammananda dijelaskan:  

“Tripitaka is the collection of the teachings of the Buddha over 45 years in the Pali language, and it consists of Sutta conventional teaching, vinaya disciplinary code and Abidhama moral psychology” 

(Tripitaka adalah kumpulan ajaran-ajaran Sang Buddha lebih dari 45 tahun dalam bahasa Pali, dan terdiri dari pengajaran Sutta konvensional, vinaya disiplin kode dan Abidhama psikologi moral ").

Ajaran sang Budha yang telah diajarkan oleh sang Budha kepada para siswanya melalui khotbah-khotbah beliau yang disampaikan dengan metode tanya jawab dan dialog antara sang Budha dengan para siswanya. Ajaran sang Budha tersebut disebut Dharma (Bahasa Sansekerta) atau Damma (Bahasa Pali). Dharma atau Damma ini baru dituliskan 400 tahun setelah wafatnya sang Budha.

Dharma atau Dhamma ini bersifat sederhana, obyektif dan dapat menghadapi tantangan logika dan ilmu. Dharma indah pada permulaannya, indah pada pertengahannya dan indah pula pada akhirnya. Dharma mengajarkan kepada kita untuk percaya kepada diri sendiri, tidak tergantung oleh orang lain secara melekat, dapat berdiri sendiri. Dengan kekuatan dan kepercayaan diri sendiri, umat Budha berusaha untuk mencapai kebahagiaan lahir batin dan kesempurnaan hidup.

Dharma mengajarkan bagaimana caranya kita melaksanakan perbuatan baik dan bagaimana caranya untuk mengindari perbuatan jahat. Dhamma mengajarkan tentang cinta kasih dan kasih sayang, tentang perasaan senang melihat kebahagiaan orang lain, membina keseimbangan batin, yang dapat menciptakan adanya keserasian antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat. Dhamma mengajarkan tentang sebab penderitaan dan jalan untuk membebaskan diri dari cengkeraman penderitaan. Dharma menunjukkan jalan yang menuju ke kebahagiaan yang abadi yakni kebahagiaan di mana tiada lagi terjadi penderitaan, kelahiran, umur tua, dan kematian atau nirvana (Nibbana). Dhamma mengajarkan umat manusia memasuki nirvana (Nibbana). Dhamma mengajarkan mengenai Samadhi, sebagai sarana untuk mencapai pengetahuan tertinggi yang disebut kesunyataan.

Untuk dapat melaksanakan dhamma dalam kehidupan, pertama-tama hendaknya kita mengerti tentang hakikat dhamma, untuk kemudian dapat menghayati dengan mendalam Dhamma tersebut, sehingga kita dapat mencapai tujuan yang terakhir kita selaku umat Budha yaitu kehidupan yang bebas dari penderitaan yang disebut dengan nirvana (Nibbana).

Dhamma dapat dipelajari atas tiga tingkatan, yaitu pada tingkatan pertama, kita mempelajari Dhamma itu dan tingkatan ini disebut tingkatan belajar (Pariyatta). Setelah itu kita sampai pada tingkat mengamalkan Dhamma (Pattipatta). Yang terakhir kita sampai pada tingkat mencapai tujuan atau mencapai hasil (Pativetta).

Ajaran agama Budha bersumber pada kitab Tripitaka yang merupakan kumpulan khotbah, keterangan, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan sang Budha dengan para siswa dan pengikutnya. Isi kitab tersebut semuanya tidak berasl dari kata-kata sang Budha sendiri, melainkan juga kata-kata dan komentar-komentar dari para siswanya. Oleh para siswanya sumber ajaran tersebut dipilah menjadi tiga kelompok besar, yang dikenal dengan vitaka atau keranjang, yaitu: Vinaya Vitaka, Sutta Vitaka, dan Abidhama Vitaka.

Adapun ketiga kitab suci tersebut, secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :

  •  Kitab Suci Vinaya Vitaka
Kitab ini berisi peraturan tata tertib yang wajib dilaksanakan oleh para Bikkhu  yang juga berisi tentang kehidupan Sang Budha, dan terdiri atas Sutra Vibanga, Khandaka dan Parivara. Kitab Sutra Vibanga berisi peraturan-peraturan yang mencakup delapan jenis pelanggaran, diantaranya terdapat empat jenis pelanggaran yang dapat menyebabkan seorang Bikhu atau Bikhuni dikeluarkan dari Kitab Sangha. Kitab Khandaka memuat peraturan dan uraian yang berkenaan dengan upacara penahbisan Bikhu, antara lain berisi peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran dan tata tertib penerimaan seorang Bikhu dan sebagainya. Dalam kitab ini diceritakan pu;la tentang pasamuan agung pertama di Rajagraha dan pasamuan agung kedua di Vesali. Adapun kitab Parivara memuat ringkasan dan pengelompokkan peraturan vinaya yang disusun dalam bentuk Tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.

K. Sri Dhammananda menjelaskan dalam bukunya “What Budhdhist Believe”:

The Vinaya Pitaka mainly deals with the rule and regulations of the Order of monks (Bikkhus) and Nuns (Bikkhunis). It describes in detail the gradual development of the Sasana (Dispensation). It also gives an account of the life and ministry of the Buddha. Indirectly it reveals some useful information about ancient hystory, Indian customs, arts, sciences, etc.

(Vinaya Pitaka terutama berkaitan dengan aturan dan peraturan Ordo biarawan (Bikkhus) dan biarawati (Bikkhunis). Ini menggambarkan secara rinci perkembangan bertahap dari Sasana (Dispensasi). Hal ini juga memberikan penjelasan tentang kehidupan dan pelayanan Sang Buddha. Secara tidak langsung mengungkapkan beberapa informasi yang berguna tentang hystory kuno, adat istiadat India, seni, ilmu pengetahuan, dll)

For nearly twenty years since His Enlightement, the Buddha did not lay down rules for the control of the Sangha. Later, as the occasion arose, the Buddha promulgated rules for the future discipline of the Sangha 

(Selama hampir dua puluh tahun sejak masa pencerahan Nya, Sang Buddha tidak meletakkan aturan-aturan untuk mengontrol Sangha. Kemudian, ketika kesempatan itu muncul, maka Buddha mengumumkan aturan untuk masa depan Sangha).

Adapun pembagian Vinaya Pitaka ialah:
A)     Sutta Vibhanga

Kitab Sutta Vibhanga berisi peraturan-peraturan bagi para Bhikkhu dan Bhikkhuni, terdiri dari:
  • Bhikkhu Vibhanga - berisi 227 peraturan yang mencakup 8 jenis pelanggaran, di antaranya terdapat 4 pelanggaran yang menyebabkan dikeluarkannya seorang Bhikkhu dari Sangha dan tidak dapat menjadi Bhikkhu lagi seumur hidup. Keempat pelanggaran itu, adalah berhubungan kelamin, mencuri, membunuh atau menganjurkan orang lain bunuh diri, dan membanggakan diri secara tidak benar tentang tingkat-tingkat kesucian atau kekuatan-kekuatan batin luar biasa yang dicapai. Untuk ketujuh jenis pelanggaran yang lain ditetapkan hukuman dan pembersihan yang sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang bersangkutan.
  • Bhikkhuni Vibhanga - berisi peraturan-peraturan yang serupa bagi para Bhikkhuni, hanya jumlahnya lebih banyak
B)      Khandaka

Kitab Khandhaka terbagi atas:
  • Kitab Mahavagga - berisi peraturan-peraturan dan uraian tentang upacara pentahbisan Bhikkhu; upacara uposatha pada saat bulan purnama dan bulan baru di mana dibacakan Patimokha (peraturan disiplin bagi para Bhikkhu); peraturan tentang tempat tinggal selama musim hujan (vassa); upacara pada akhir vassa (pavarana); peraturan-peraturan mengenai jubah, peralatan, obat-obatan dan makanan; pemberian jubah Kathina setiap tahun; peraturan-peraturan bagi para Bhikkhu yang sakit; peraturan tentang tidur; peraturan tentang bahan jubah; tata cara melaksanakan Sanghakamma (upacara Sangha); dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan.
  • Kitab Culavagga - berisi peraturan-peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran; tata cara penerimaan kembali seorang Bhikkhu ke dalam Sangha setelah melakukan pembersihan atas pelanggarannya; tata cara untuk menangani masalah-masalah yang timbul; berbagai peraturan yang mengatur cara mandi, pengenaan jubah, menggunakan tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam dan sebagainya; mengenai perpecahan kelompok-kelompok Bhikkhu; kewajiban-kewajiban guru (acariya) dan calon Bhikkhu (samanera); pengucilan dari upacara pembacaan Patimokkha; pentahbisan dan bimbingan bagi Bhikkhuni; kisah mengenai Pasamuan Agung Pertama di Rajagaha; dan kisah mengenai Pasamuan Agung Kedua di Vesali.
C)      Parivara

Kitab Parivara memuat ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya, yang disusun dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.

  •       Kitab Suci Sutta Pitaka
The Sutta Pitaka consists chiefly of discourses delivered by the Buddha Himself on various occasions. There are also a few discourses delivered by some of His distinguished disciples, such as the Venerable Sariputta, Ananda, Mogallana, etc. included in it. It like a book of prescriptions, as the sermons embodied therein were expounded to suit the different occasions and the temperaments of various persons. There may be seemingly contradictory statements, but they should not be misconstrued as they were opportunely uttered by the Buddha to suit a particular purpose.

(Sutta Pitaka terdiri dari wacana yang disampaikan oleh Buddha sendiri di berbagai kesempatan. Ada juga beberapa wacana disampaikan oleh beberapa murid-Nya yang dibedakan, seperti Yang Mulia Sariputta, Ananda, Mogallana, dll termasuk yang di dalamnya ini  khotbah yang terkandung di dalamnya yang telah diuraikan sesuai dengan kesempatan yang berbeda dan temperamen dari berbagai orang yang berbeda pula. Mungkin  tampaknya ada  pernyataan yang kontradiktif, tetapi mereka tidak menyalahartikan karena  diucapkan oleh Sang Buddha untuk memenuhi tujuan tertentu).

Sutta Pitaka terdiri atas lima “kumpulan” (nikaya) atau buku, yaitu :

Merupakan buku pertama dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 34 Sutta Panjang, dan terbagi menjadi tiga Vagga, yaitu: Silakhandavagga, Mahavagga dan Patikavaga. Beberapa di antara Sutta-sutta yang terkenal ialah: Brahmajala Sutta (yang memuat 62 pandangan salah), Samannaphala Sutta (menguraikan buah kehidupan seorang Pertapa), Sigalovada Sutta (memuat patokan-patokan yang penting bagi kehidupan sehari-hari umat berumah tangga), Mahasati Patthana Sutta (memuat secara lengkap tuntunan untuk meditasi Pandangan Terang atau Vippasana), Mahapari Nibbana Sutta (Kisah mengenai hari-hari terakhir Sang Budha).
Merupakan buku kedua dari Sutta Pitaka yang memuat khotbah-khotbah menengah. Buku ini terdiri atas tiga bagian (Pannasa), dua Pannasa pertama terdiri atas 50 Sutta dan Pannasa terakhir terdiri atas 52 Sutta, seluruhnya berjumlah 152 Sutta. Beberapa sutta diantaranya ialah Ratthanapala Sutta, Vasetha Sutta, Angulimala Sutta, Anapanasti Sutta, Kayagatasati Sutta, dan sebagainya.
Merupakan buku ketiga dari Sutta Pitaka, yang terbagi atas sebelas Nipata (bagian) dan meliputi 9557 Sutta. Sutta-sutta disusun menurut urutan bernomor, untuk memudahkan pengingatan.
Merupakan buku keempat dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 7762 Sutta. Buku ini dibagi menjadi lima Vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta.

Samyutta Nikaya 1 (Sagatha Vagga)
Samyutta Nikaya 2 (Nidana Vagga)
Samyutta Nikaya 3 (Khanda Vagga)
Samyutta Nikaya 4 (Sayalatana Vagga)
Samyutta Nikaya 5 (Maha Vagga)
Merupakan buku kelima dari Sutta Pitaka yang terdiri atas  kumpulan lima belas kitab.
Kemudian dibagi lagi menjadi lima belas buku, yaitu:

·         Khuddaka Patha
·         Dhammapada
·         Udana
·         Iti Vuttaka
·         Sutta Nipata
·         Vimana Vatthu
·         Peta Vatthu
·         Theragatha
·         Therigatha
·         Jataka
·         Niddesa
·         Patisambhida
·         Apadana
·         Buddhavamsa
·          Cariya Pitaka


  • Kitab Suci Abhidhamma pitaka
Abidhamma Pitaka berisi uraian filsafat Buddha Dhamma yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang, seperti: ilmu jiwa, logika, etika, metafisika.

The Abidhamma is the most important and interesting, as it contains the profound philosophy of the Buddha’s teaching in contrast to illuminating but simpler discourses in the Sutta pitaka. 

(Para Abidhamma adalah bagian yang paling penting dan menarik, karena mengandung filosofi yang  mendalam mengenai ajaran Sang Buddha dan sederhana dalam pembahasan mengenai Sutta Pitaka).

In the Sutta Pitaka one often finds references to individual, being, etc. but in the Abidhamma instead of such conventional terms, we meet with ultimate terms such as aggregates, mind matter, etc. In the Sutta itaka is found the Vohara Desana (Conventional Teaching), whilst in the Abidhamma is found the Paramattha Desana (Ultimate Doctrine).

(Dalam Sutta Pitaka seringkali menemukan referensi terhadap individu tertentu, dll  tetapi dalam Abidhamma bukan hal yang seperti itu, kita menemukan hal-hal yang utama seperti selisih, materi pikiran, dll Dalam pitaka Sutta ini menemukan Desana Vohara (Konvensional pengajaran), sementara dalam Abidhamma ini menemukan Desana paramattha (ajaran terakhir).

 Kitab ini terdiri atas tujuh jilid buku, yaitu:
Menguraikan etika dari sudut pandang ilmu jiwa.
Menguraikan apa yang terdapat dalam buku dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini terbagi menjadi delapan bab (Vibhanga), dan masing-masing bab mempunyai tiga bagian: Suttantabhajaniya, Abidhammabhajaniya, dan Pannapuccakha atau daftar pertanyaan-pertanyaan.
Terutama bicarakan mengenai unsure-unsur batin. Buku ini terbagi menjadi empat belas bagian.
Menguraikan mengenai jenis-jenis watak manusia (punggala), yang dikelompokkan menurut urutan bernomor, dari kelompok satu sampai dengan sepuluh, sepuluh, seperti system dalam Kitab Angguttara Nikaya.
Terdiri atas dua puluh tiga bab yang merupakan kumpulan (percakapan-percakapan Katha) dan sanggahan terhadap pandangan-pandangan salah yang dikemukakan oleh berbagai sekte tentang hal-hal yang berhubungan teologi dan metafisika.
Terbagi menjadi sepuluh bab (yang disebut Yamaka): Mula, Khandha, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma, dan Indriya.
Menerangkan mengenai “sebab-sebab” yang berkenaan dengan dua puluh empat Paccaya (hubungan-hubungan antara bathin dan jasmani).

Tidak ada komentar: