Aliran
Mahayana
Pengertian
Mahayana terdiri
dari dua kata yakni maha (besar) dan yana (kendaraan), jadi
secara etimologis berarti kendaraan besar. Ide maha merujuk pada tujuan
religius seorang buddhis yaitu menjadi Bodhisatva Samasamboddhi (Buddha
sempurna). Karena aliran ini
tidak hanya memikirkan diri sendiri untuk mencapai kesucian dan kesempurnaan. Namun
juga berusaha membantu oranglain untuk mencapai kesucian dan kesempurnaan
tersebut.
Sejarah Singkat
Aliran Mahayana, yaitu aliran hinayana yang
diperbaharui dengan diberi pelajaran- pelajaran ekstra yang dipelopori oleh Budhaghosa atau Asvaghosa.
Kira-kira antara abad pertama
dan kedua masehi, agama buddha di india mulai nampak kelemahannya, disebabkan
oleh perubahan zaman. Perubahan zaman meminta agar agama buddha dikurangi
kesederhanaannya, hingga lambat laun bentuknya mendekati bentuk Hinduisme.
Anasir-anasir baru ditambahkan, anasir-anasir yang berwujud Panca Dhyani Buddha dengan Panca Boddhisattvanya, beberapa dewi
umpamanya dewi Tara, Dewi berkuti dan lainnya.
Mahayana berkembang dalam 2 tingkatan ;
Mahayana berkembang dalam 2 tingkatan ;
1)
Dalam bentuk yang belum sistematis (100 SM- 500 M)
Mahayana di
india berkembang di india barat-laut, dan india selatan, dengan pengaruh dari
kesenian yunani dalam Hellenistic dan bentuk Roumanian dan pengaruh ide dari
keduanya mediteranean dan dunia Iranian. Yang mempengaruhi Mahayana hanya
bagian luar saja, sedangkan inti pokok seperti doktrin tetap tidak berubah dan
tidak dipengaruhi sama sekali. Agama Buddha Mahayana adalah universal.[1]
Pada waktu itu seorang
brahmana bernama Asvaghosa yang
terkenal sebagai ahli filsafat, sastra dan seni suara, berasal dari india
utara. Ia mengembara kearah selatan, hingga akhirnya tiba di Ceylon dan
mempelajari filsafat Buddhisme dan akhirnya ia memeluk agama Buddha. Ia mulai
mengarang kitab Buddhacarita yang
bahan-bahannya diambil dari kitab “Lalitavistara”
yang pada waktu itu sudah ada.
Karena asvaghosa adalah ahli seni, maka kitab-kitab karangannya lebih bergaya dari kitab-kitab aslinya. Beliau mengarang kitab Saundarananda Kavya dan Sutralamkara yang kesemuanya itu berisikan kehidupan sang buddha. Kitab yang keempat yaitu Mahayana Craddha Utpada yang berarti “bangunnya kesunyataan dalam mahayana”.
Karena asvaghosa adalah ahli seni, maka kitab-kitab karangannya lebih bergaya dari kitab-kitab aslinya. Beliau mengarang kitab Saundarananda Kavya dan Sutralamkara yang kesemuanya itu berisikan kehidupan sang buddha. Kitab yang keempat yaitu Mahayana Craddha Utpada yang berarti “bangunnya kesunyataan dalam mahayana”.
Secara garis besar kitab karangan Asvaghosa ada 4 yaitu :
BuddhacaritaSaundarananda Kavya
Sutralamkara
Mahayana Craddha Utpada
Tepat sekali jika umum menetapkan Asvaghosa
sebagai bapak Mahayana.[2]
Dalam perjalanan
sejarahnya, Mahayana telah berkembang keluar dari negeri asalnya di india,
Mahayana berkembang sampai ke timur jauh dan menyebar keseluruh Asia Timur. Negara-negara yang menganut ajaran Mahayana
sekarang ini adalah :
·
Nepal
·
Tibet
·
Mongolia
·
Jepang
·
Korea
·
Vietnam
·
Indonesia
·
Tibet
Pimpinan Besar Mahayana
Ada tiga pimpinan besar Mahayana yang terkenal
dengan julukan “Tiga Matahari Mahayana”, karena merekalah yang memancarkan
sinar Mahayana hingga sampai di sebagian besar benua Asia seperti ; Tibet,
Nepal, Monggolia, Tiongkok, Korea, Jepang dan Indonesia.
- Nagarjuna
Salah satu dari ahli-ahli
filsafat terbesar di Mahayana adalah Nagarjuna, yang menurut cerita hidup
sekitar abad ke-2 M. Golongannya itu dinamakan juga golongan Madhyamika atau
penganut jalan tengah. Nagarjuna adalah pimpinan Sangha yang ke 14. Beliau
mendirikan suatu perguruan Mystik yang bernama Madhyamika dan membuat kitab :
·
Madhyamika
Suttra yang berisi
penuh dengan Mystik dan Metaphysika.
·
Prajanaparamita
yang menceritakan
tentang kekosongan benda-benda semuanya, juga tentang apa yang dinamakan
Paramita (Enam kesempurnaan yang dimiliki oleh setiap Boddhisattva).
- Aryasangha
Aryasangha muncul sekitar abad
ke-4 M. Aryasangha menjadi tokoh yang sangat penting dari suatu golongan
falsafi, yang telah berkembang sebelum zamannya dan yang terkenal dengan dua
nama : “Vijnanavadin” (mereka yang mengajarkan bahwa yang sejati itu hanya
kesadaran) dan “Yogacara” (mereka yang menempuh jalan yoga). [3]
Aryasangha yang mendirikan
perguruan Yogacara dan beliaulah yang memasukan pelajaran yoga kedalam kalangan
Mahayana. Beliau membuat kitab bernama Yogacarabhunicastra.
- Canti Deva
Canti Deva adalah salah satu pimpinan besar
Mahayana yang terakhir. Dia mengarang kitab berjudul :
- Ciksasammucchaya (ikhtisar para siswa) berupa kitab syair.
- Bodhicaryavatara (jalan yang menuju kearah kebangunan kebijaksanaan)
Kitab Mahayana
Kitab suci Mahayana pada
masa-masa awalnya ditulis dalam bahasa Sanskerta, yaitu bahasa India pertama.
Kebanyakan isinya dapat dijumpai dalam Pali
Cannon tetapi dengan penambahan kitab-kitab lalinnya. Dinyatakan bahwa
kitab-kitab tambahan ini dipercaya sebagai “sabda Buddha”.
Salah satu diantanya yang paling terkenal ialah Vimalakirti Sutra, yang berisi tentang seseorang yang berumah tangga tetapi hidupnya lebih suci daripada semuanya Bodhisattwa.
Salah satu diantanya yang paling terkenal ialah Vimalakirti Sutra, yang berisi tentang seseorang yang berumah tangga tetapi hidupnya lebih suci daripada semuanya Bodhisattwa.
Umat buddha Tibet percaya bahwa
banyak Kitab Suci masih tersembunyi sampai komunitas Buddha siap menerima dan
mengerti ajarannya. Kitab-kitab Suci ini masih ditemukan dewasa ini, yang
dipergunakan secara luas adalah Tibetan
Book of the Dead.[4]
Banyak kitab-kitab Mahayana yang tidak boleh kita
lupakan yang tidak diketahui siapa pengarangnya. Yaitu :
Karandavyuha
berisikan hal-hal yang berkenaan
dengan Sattva avalokitesvara.
Sukhavatisvaha
yang memperbincangkan tentang syorga
Sukhawati dan Amitabha.
Avatamkara sutra
Ciri- ciri Mahayana
- Dalam memandang kenyataan dunia menggunakan realisme idealis, implikasinya Mahayana menganggap hal ini sebagai sebuah ilusi.
- Mengajarkan Kemutlakan yang abadi (eternal absolute)
- Menganggap Buddha Gotama adalah guru yang merupakan manifestasidari proyeksi yang absolut,
- Memandang Buddha adalah transenden, mutlak, dan dipuja sangat tinggi
- Percaya bahwa nibbana dapat tercapai melalui bantuan orang luar.
- Jasa dapat ditransfer (punya parinamana) kepada orang lain.
- Memandang kehidupan sebagai Bodhisatva adalah tujuan yang yang harus dilalui sebelum mencapai Kebuddhaan.
- Nibbana sebagai kesadaran akan sesuatu yang absolut.
- Menurut Mahayanaseseorang sudah mempunyai kehidupan kebudhaan dan secara sungguh-sungguh menyadari akan hal ini.
- Bersifat ghaib. Misalnya dalam memandang mantra Mahayana mengakui adanya hal mistis dalam mantra-mantra.
- Mengakui bahwa Bodhisatva telah mencapai penerangan sempurna seperti Avalokitesvara Bodhisatva.
Pemikiran Mahayana
- Aspek Penafsiran
Mahayana lebih bersifat progresif dan liberal
dalam arti tidak kaku dan melekat begitusaja terhadap ajaran Buddha yang
tersurat.
- Aspek Cita-cita
Kemunculan Mahayana merupakan suatu revolusi
cita-cita keselamatan, pembebasan atau tujuan tertinggi dalam Buddha Dharma,
yaitu berjuang melaksanakan Bodhisattvayana untuk meraih
kesempurnaan menjadi Buddha. Cita-cita religious dalam Mahayana ini menunjukan
bahwa tak ada sesuatu pun yang tidak dapat dikorbankan oleh Bodhisattva
demi kebaikan makhluk-makhluk lain.
- Aspek Metodik
Dalam melaksanakan cita-citanya,
Bodhisattva mempergunakan berbagai metode yang sifatnya praktis yang
dimaksudkan untuk melatih, membina, dan membimbing semua makhluk ke tujuan
akhir kehidupan, penyadaran terhadap Yang Mutlak, yang dikenal dengan metode
Upaya-Kausalya. Bodhisattva melaksanakan disiplin Bodhi (Bodhicittopada), dan
mengarah ke penyadaran Bodhicitta (Batin pencerahan) yangmemiliki dua aspek :
Sunyata (Kekosongan) dan Karuna (Welas asih). Sunyata merupakan implikasi
praktis dari Prajna (Pengetahuan sempurna), dan identik denganYang Mutlak, Yang
abosulut. Sedangkan Karuna merupakan prinsip aktif yang merupakan ungkapan
nyata Sunyata dalam fenomena.[5]
Paramitas
Sad paramita merupakan inti pokok ajaran bagi semua sekte agama Buddha
Mahayana. Kunci kata paramita juga telah diterjemahkan sebagai ; “kebaikan yang
luar biasa”, “ kabajiakan sempurna”, “kesempurnaan tertinggi”, dan ‘perolehan
lengkap”. Menurut E.J.eitel, mereka menerjemahkan paramita sbagai ‘ usaha
melewati, tiba pada pantai seberang”.
10 (dasa)
paramitas menurut aliran Mahayana dalam bahasa sansekerta[6] :
ü
6
paramitas utama :
1)
Dana (pemberian,
kemurahan hati, pembebasan)
2)
Cila (perbuatan
baik, moralitas, kebenaran)
3)
Ksanti (penahan
nafsu, sabar)
4)
Virya (energy,
semangat)
5)
Dhyana (penuh
renungan)
6)
Prajna (kebijaksanaan)
ü
4
paramitas tambahan :
7)
Upaya/upaya-kaucalya (kemahiran
dalam pemilikan)
8)
Pranidhana (aspirasi
atau resolusi)
9)
Bala (kekuatan,
kemampuan)
10) Jnana (pengetahuan)
[1] Suwarto.
T, “Buddha Dharma Mahayana”, Hal: 95
[2] Majelis
Buddhayana Indonesia,”Kebahagiaan
Dalam Dhamma”, Hal : 334
[3] Dr,A.G. Honig Jr.”Ilmu Agama”, PT. BPK
Gunung Mulia. Hal : 228
[4] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h.72-73.
[5] http://www.scribd.com/faizurrahmana/d/86201425-Hinayana-Dan-Mahayana
[6] Suwarto.
T, “Buddha Dharma Mahayana”, Hal:
217-218
Tidak ada komentar:
Posting Komentar